headline photo

http://thebeatles.com/

Sunday, February 14, 2010

http://thebeatles.com/

Mengenal Lebih Dekat Din Syamsudin



BIODATA
Nama Lengkap : Prof. Dr. Sirajuddin Syamsuddin
Lahir : Sumbawa Besar, 31 Agustus 1958
Agama : Islam
Istri : Fira Beranata
Anak : Tiga Orang

Pendidikan :
S1 IAIN Jakarta
S2 University of California, Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat (1982)
S3 University of California, Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat (1996)

Karir :
Dirjen Binapenta, Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia
Ketua Litbang Golongan Karya
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Ketua DPP Sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM, 1985)
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993)
Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005)
Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah (2005-2010)

BIOGRAFI
Prof. Dr. Sirajuddin Syamsuddin atau dikenal dengan Din Syamsuddin (kalhiran Sumbawa Besar, 31 Agustus 1958) adalah seorang politisi yang saat ini menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah periode 2005-2010. Istrinya bernama Fira Beranata dan ia memiliki 3 orang anak.

Din menempuh pendidikan sarjana di IAIN Jakarta, kemudian melanjutkan pasca sarjana dan doktornya di University of California, Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat. Ia pernah berkarir di pemerintahan dengan menjabat sebagai Direktur Jenderal Binapenta Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Sedangkan dalam kegiatan organisasi, ia pernah menjadi Ketua DPP Sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (1985), Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993), Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005), Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Ketua Litbang Golongan Karya.

Din terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2010 dalam sidang 13 tim formatur di Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur, 7 Juli 2005. Dalam pemilihan 13 orang Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebelumnya, ia meraih suara terbanyak. Din menggantikan Ahmad Syafi'i Ma'arif.

Ke-13 nama terpilih itu kemudian diajukan ke sidang pleno ke-7 tentang Penetapan Anggota PP Muhammadiyah 2005-2010 (7 Juli 2005). Kemudian dilanjutkan penetapan Ketua Umum PP Muhammadiyah di hari yang sama.
di 19:21

ASBABUN NUZUL

Tuesday, February 9, 2010

Asbabun Nuzul AL-BAQARAH ayat 148

Al baqarah 148 behubungan erat dengan ayat 144 yang memerintahkan untuk menghadap ke kiblat (masjidil haram). Pada saat ayat 144 turun nabi sedang berada di suatu rumah yang dikenal sekarang masjidil Bani Salamah. Mereka memahami bahwa perintah itu terbatas selama mereka berada di rumah tempat ayat itu turun. Karena mereka ragu maka turun ayat148 ini yang mepunyai arti “Kebenaran itu dari tuhanmu sebab itu jangan engkau ragu. Bahkan Allah menegaskan kembali pada ayat 149-Nya.

Asbabun Nuzul AL-BAQARAH ayat 177 yanh ditujukan kepada:

A.Ahli Kitab

Mereka bukan saja berkeras untuk tetap menghadap AL-Qudus Yerussalem dimana Dinding Kalap dan Haikal Sulaeman , tetapi juga tidak henti hentinya mengecam dan mencemoohkan muslimin yang beralih kiblat ke Mekkah,Ayat ini maka berkata kepada mereka “ Bukan demikian yang dinamai kebajikan “.

B.Kaum Muslimin

Mereka menduga bahwa mereka telah meraih harapan dengan beralihnya kiblat ke Mekkah. Padahal kebajikan bukan itujika salat yang dilaksanakan hanya terbatas makna dan kehadiran kalbu. Bukankah Allah mengecam mereka yang tidak menghayati maka salahnya?

Asbabun Nuzul Al Isro ayat 26-27

Ayat ini turun ketika kaum muslimin suka melakukan pemborosan.Pemborosan ialah pengeluaran yang bukan haknya. Karena itu jika seseorang membelanjakan semua hartanya dalam kebajikan / hak dia bukanlah sebagai pemboros.

Kepada para pemboros ini Allah menyentuh memberi untuk memberikan haknya kepada karib,kerabat,orang miskin,ibnu sabil dll.sebagai mana tertuang di surat Al-Isro ayat 26-27

Asbabun Nuzul Al Fathir ayat 32

Ayat ini turun setelah ayat yang lalu menguraikan tentang wahyu wahyu yang disampaikan Allah S.W.T kepada Nabi S.A.W.Kini di uraikan tentang mereka yang di wariskan kepadanya pesan kitab suci ini.Ayat suci ini berbicara menyangkut 3 kelompok manusia seperti yang di bicarakan Qs AL-Waqiyah ayat 7.Dua atas mereka surga dan satu neraka.

MEMAHAMI MAKNA ZUHUD

Z

uhud sering diartikan oleh banyak orang sebagai ungkapan atau refleksi sikap yang anti dunia bahkan menjauh dari dunia itu sendiri, sehingga menimbulkan kesan seakan-akan bahwa seseorang yang sedang belajar untuk mempunyai sikap zuhud ini harus mengosongkan diri dari segala hal yang berbau keduniawian, kesan selanjutnya bahwa ia harus menjadi seorang yang miskin, berpakaian lusuh, compang-camping, penuh tambalan dan sebagainya.

Pandangan semacam ini barangkali ada benarnya namun tidak seluruhnya, masih dalam tanda koma belum titik, mengingat banyaknya ayat-ayat Al Quran dan Hadits-hadits Nabi yang mengingatkan bahayanya dunia dalam kehidupan manusia jika tidak disikapi dengan sebuah pandangan bahwa dunia seisinya ini adalah sekedar sarana belaka untuk mencari bekal kehidupan abadi kelak di akherat Addunya mazraatul akhirah dunia adalah ladangnya akherat.

Di dalam Al Quran Alloh SWT menisbatkan zuhud ini pada ulama yaitu suatu penghormatan bagi sifat ini, sepertimana dalam surat Al Qashas ayat 80 disebutkan:

Dan berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh .

Sebetulnya ayat ini masih berkaitan dengan kisah Qarun (seorang yang digambarkan Al-Qur'an sebagai orang yang amat kaya raya dan amat mencintai hartanya), Sedangkan cinta yang berlebihan pada dunia dinisbatkan oleh Al Quran pada sifat orang kafir yang ingkar kepada Tuhan, dalam Surat Ibrahim ayat 3 disebutkan:

(Yaitu) orang-orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari kehidupan akherat dan menghalang-halangi manusia dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok .

Dalam kisah perjalanan Isra Miraj-nya Rasululloh SAW, diriwayatkan bahwasanya Beliau diperlihatkan oleh Alloh SWT akan seorang perempuan yang sudah tua renta dan keriput wajahnya namun berdandan menor dan mencolok sekali bagaikan gadis remaja belasan tahun yang lagi mekar-mekarnya sehingga kelihatan sangat kontras sekali.

Lalu Rasulullah SAW bertanya kepada Jibril AS yang menemani beliau ketika itu: Siapakah orang tua itu wahai Jibril?,

oleh Jibril dijawab: Itulah gambaran dunia ini, umur dunia ini sudah sedemikian lamanya sehingga tinggal menunggu masa berakhirnya saja, walaupun begitu masih banyak manusia yang tertipu oleh penampilannya yang mengundang perhatian mereka yang menyukai keindahan dhahir".

Lalu... benarkah konsep zuhud yang diajarkan oleh para sufi itu adalah zuhud dengan pengertian demikian yaitu konsep yang identik dengan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan yang berujung pada suatu keyakinan bahwa dunia itu adalah musuh bagi manusia, menghalangi manusia dari Tuhannya sehingga harus ditinggalkan demi mencapai kepuasan batin serta bisa mendekatkan diri padaNya tanpa ada penghalang yang merintangi jarak antara dia denganNya ???.

Logika awam yang normal dan sehat tentu akan menjawab "tidak".

Bukankah Alloh SWT sewaktu pertama kali menciptakan manusia adalah ditujukan untuk menjadi khalifah pengatur didunia ini? Dan untuk menjadi seorang khalifah yang dapat mengatur dunia seisinya ini dengan baik tentu diperlukan teori-teori dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. tidak cukup dengan teori-teori yang tertulis dalam teks kitab suci, namun lebih dari itu diperlukan langkah kongrit untuk mengaplikasikan apa yang tercantum dalam teks kitab suci itu ke dalam kehidupan nyata yang membumi bukan sekedar doktrin normatif yang kaku.

Bukankah Alquran sendiri dalam surat Al Araaf ayat 32 dengan tegas mengatakan: Katakanlah:Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah Swt. yang telah dikeluarkanNya untuk hamba-hambaNya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?".

Dan dalam surat Al Maidah ayat 87 dikatakan :

Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah Swt. halalkan bagi kamu".

Konsep zuhud dengan pengertian harus terputus dari segala hal-hal keduniawian semata, jelas bertentangan dengan konsep Al Quran itu sendiri walaupun disana ada beberapa ayat lain yang menerangkan kadar bahaya dari dunia tatkala tidak disikapi dengan perasaan sekedar sebagai ajang mediator untuk mencari bekal pada kehidupan abadi di akhirat nanti.

Al-Imam Ghazali menerangkan di dalam Ihya bahwa hakekat zuhud bukanlah meninggalkan harta benda dan mengorbankannya pada jalur sosial untuk menarik perhatian manusia, itu menurut beliau hakekatnya hanyalah sebagian dari perhiasan adat, namun sama sekali tidak ada hubungannya dengan nilai ibadah, karena hal ini biasanya dimulai dengan niat mengharapkan ganti yang lebih atau karena tendensi ingin dikenal dalam suatu komunitas sosial, juga karena ingin pujian supaya dikenal sebagai seorang darmawan dan sebagainya.

Namun orang yang zuhud itu adalah orang yang mempunyai harta benda akan tetapi dia menyikapinya dengan lapang dada walaupun dia mampu untuk menikmati hartanya itu tanpa suatu kekurangan apapun, namun dia lebih memilih bersikap waspada, hatinya tidak ikut condong ke harta, hatinya tidak terlalu terikat dengan harta, karena dia khawatir sikap condongnya itu akan membawanya cinta kepada selain Alloh Swt., dan mencintai selain dari Alloh SWT, karena dengan begitu, berarti dia telah membuat sekutu dalam cintanya itu.

Atau bisa juga dia meninggalkan dunia karena mengharap akan pahala akhirat, dia meninggalkan kenikamatan dunia karena lebih mengharap kenikmatan di Surga, makanya dia lebih memilih apa yang dijanjikan di surga dengan perasaan lapang tanpa sedikitpun merasa khawatir akan kenikmatan dunia.

Kawan... Mudah-mudahan hati kita termasuk golongan orang-orang yang zuhud akan dunia dan sifat-sifat keduniawian, amien Allohumma Ya Robbal Alamien....

wallohu a'lam bish-shawab,-


Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.

Hukum Merayakan Valentine Menurut Islam

Saturday, February 6, 2010

Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah, syi’ar dan kebiasaan. Padahal Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam telah melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam: “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).

Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir. Adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.”

Abu Waqid Radhiallaahu anhu meriwayatkan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam saat keluar menuju perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, yang disebut dengan Dzaatu Anwaath, biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah n berkata, “Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu Anwaath.” Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, ‘Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.’ Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).

Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah ketika ditanya tentang Valentine’s Day mengatakan :
“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena: Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam. Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) – semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya.

Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.”
Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ ( loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.

Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya membaca,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela.

Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)

Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.
Saudaraku! Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.

Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.

Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.

Semoga Allah Subhannahu wa Ta’ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah Subhannahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan:
“Kecintaan-Ku adalah bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling mengunjungi karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (Al-Hadits).

diposting dari : http://mardee19.wordpress.com/2008/02/05/hukum-merayakan-valentine/